LAMPUNG TENGAH — Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah mengabil sikap terhadap dua perusahaan raksasa PT. Great Giant Pineapple (GGP) dan grup Bumi Waras (BW). Ini menyusul surat peringatan ke tiga yang telah dilayangkan dikedua perusahaan tersebut.
“Kita tempuh lewat jalur hukum,” ujar Bupati Lampung Tengah, Loekman Djoyosoemarto, Kamis (16/1/2020).
Sebelumnya, pemerintah Lampung Tengah telah melayangkan surat peringatan pertama pada Oktober 2019. Namun hingga kini, kedua perusahaan tersebut tetap “bandel” tidak menyelesaikan kekurangan pajak Air Tanah sejak 2012.
Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dibentuk bupati mecatat, PT GGP memiliki kekurangan pembayaran pajak air tanah sebesar Rp32, 1 milair lebih. Sementara Bumi Waras sebesar Rp2 miliar lebih.
Baca: Wow..Tunggakan Pajak Air Tanah PT GGP di Lampung Tengah Capai Rp32,1 Miliar | RAKYATLAMPUNG.ID
Senior Manager Legal and Corporate Relation PT GGP, Hendri Tanujaya kepada rakyatlampung.id sempat kesulitan memahami surat peringatan Pemkab Lampung Tengah soal kekurangan bayar pajak air tanah di perusahaan tersebut.
“Saya juga nggak paham. Justru kami sendiri mencari kejelasan angka (Rp32,1 miliar) ini dari mana. Karena kami membayar sesuai dengan yang sudah diverifikasi dari BPPRD (Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Lampung Tengah). Bukti-buktinya ada. Versi kami, GGP tidak pernah menunggak,” tegas Hendri.
Diakuinya, PT GGP sepanjang tahun 2012 hingga akhir 2019 patuh terhadap pajak air tanah. Sistem pembayaran dilakukan berdasarkan jumlah pemakaian air tanah yang dilaporkan kepada BPPRD Lampung Tengah setelah dilakukan verifikasi dan pengawasan langsung di lapangan.
“Dengan dasar verifikasi itulah kami bayar. Kalau besaran tarifnyakan sudah ada aturannya. Rata-rata (GGP bayar pajak air tanah) sekitar Rp1 sampai Rp2 miliar pertahun,” katanya.
Pihaknya juga mempertanyakan, besaran biaya pajak air tanah yang ditentukan pemerintah Lampung Tengah ke PT GGP hampir sebesar Rp5,5 miliar pertahun. Sementara air tanah yang ada hanya digunakan pada situasi dan di wilayah tertentu saja.
“Air tanah itukan nggak selalu kita pakai. Tapi kenapa jumlahnya sama dari tahun 2012 sampai 2019. Hampir Rp5,5 miliar. Seperti misal kita bayar listrik rumah, apa iya biaya bulan ini sama dengan bulan lalu. Kan tergantung dengan pemakaian,” tanya Hendri.
Meski terancam sanksi dari pemerintah daerah, PT GGP masih enggan menyikapi lebih dalam. “Saya belum berpikir untuk melakukan perlawanan kepada pemerintah daerah. Saya masih menunggu, ya kita lihat saja. Kami hanya ingin jelas saja, dasar penghitungan pemda,” pungkasnya.
Sementara Kordinator Tim PPNS Lampung Tengah, Jito, juga mempertanyakan mekanisme penghitungan pajak Air Tanah versi PT GGP.
”Jadi GGP punya cara sendiri menghitung pajak air tanah. Ya silahkan. Pemerintah juga punya dasar dalam penghitungan pajak air tanah. Kami sudah meminta agar dihadirkan tim teknis dari GGP yang menangani sumur air tanah di perusahaan tersebut. Kita akan lihat penghitungan versi GGP seperti apa,” ujar Jito.
Sayangnya hingga berita ini diterbitkan, Kamis (16/1/2020) baik PT GGP maupun Bumi Waras belum menyampaikan dasar penghitungan pajak air tanah versi kedua perusahaan tersebut.
“Sampai hari ini, belum ada yang datang,” tandasnya.(zul)
Baca juga: Hadapi PT GGP, Kejari Siap Dampingi Pemerintah Lampung Tengah | RAKYATLAMPUNG.ID