BANDAR LAMPUNG (rakyatlampung.id) — Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Lampung berharap pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Lampung untuk proaktif menarik pendapatan pajak air tanah. Hal tersebut untuk mengkroscek terkait jumlah pendapatan pajak daerah dari pemanfaatan air tanah yang tak sesuai dengan jumlah penerbitan Surat Izin Pengambilan Air Tanah (SIPA). Apalagi saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia sedang menyoroti hal tersebut.
Sekretaris Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia Provinsi Lampung Hery Sadli didampingi Bidang Geologi dan Air Tanah mengatakan penarikan pajak air tanah merupakan kewenangan kabupaten/kota, sementara Dinas ESDM hanya memberikan rekomendasi perizinannya. Maka dari itu kabupaten/kota pro aktif mendata.
“Luasan cekungan air di Provinsi Lampung yang jadi kewenangan Kementerian ESDM cukup luas, kalau kita hanya sebagian kecil wilayanyay yakni wilayah A dan Wilayah C,” katanya saat ditemui di Kantor ESDM Lampung, Jumat, 30 Agustus 2019.
Dia mengatakan kedepan perlu pengawasan ketat terhadap perusahaan yang menggunakan air tanah, guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Kemudian harus bersinergi membuat tim, terutama dinas teknis dan yang mengeluarkan izin, meningkatkan pengawasan. Kemudian pendataan titik air tanah dan pemakaiannya harus jelas sehingga diketahui berapa pajak yang harus dibayarkan.
Dalam Peraturan Gubernur Lampung Nomor: 16 Tahun 2019 tertanggal 21 Maret 2019 tentang pedoman perhitungan harga dasar air untuk menghitung nilai perolehan air tanah di Kabupaten/Kota Provinsi Lampung menyebutkan ada 3 wilayah pembagian didasarkan pada potensi, areal pengambilan, dan dampak lingkungan air tanah.
Wilayah tersebut meliputi Wilayah A dengan indikator potensi sedang, areal sempit, pengambilan tersebar dan resiko dampak lingkungan air tanah tinggi yaitu Kota Bandar Lampug. Kemudian Wilayah B dengan potensi besar, area luas, pengambilan terkonsentrasi dan resiko dampak lingkungan air tanah menengah yaitu Metro, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Lampung Barat, Way Kanan, Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, Tulangbawang dan Tulangbawang Barat.
“Sementara untuk Wilayah C dengan potensi kecil dan resiko dampak lingkungan air tanah rendah meliputi Mesuji dan Pesisir Barat,” katanya.
Sebelumnya KPK RI melakukan supervisi dan penemuan adanya potensi pajak yang hilang di tingkat kabupaten/kota khususnya penggunakan air tanah. Menurut KPK, wajib pajak pengguna air tanah, setidaknya mengurus perizinan di Tingkat Pemerintah Provinsi Lampung, sedangkan penarikan pajak ada di tingkat kabupaten/kota. Ditemukan data yang berbeda, dan lebih banyak terdaftar di Pemerintah Provinsi Lampung. Ada selisih sekitar 1000 titik sumur air bawah tanah lebih banyak terdata di provinsi di banding di kabupaten/kota.(lto)