KOTA BUMI (rakyatlampung.id) — Produktivitas dua pabrik gula PTPN VII yang belum maksimal menjadi sorotan PTPN Holding Company dengan memberi solusi teknologi.
Melalui PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN), salah satu anak perusahaan PTPN Group, mulai tahun ini mengaplikasikan Sucrosin, zat pengatur tumbuh plus perlakuan khusus yang dihasilkan PT RPN.
“Kami baru tiga minggu lalu menguji coba formula Sucrosin Plus ini terhadap seribu hektare tanaman tebu di Bungamayang ini. Hari ini kami mengajak Pak Pri (Dr Ir Priyono, DIRS, Direktur Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri, red). PT RPN ke sini untuk melihat perkembangan uji coba ini,” kata Ahmad Haslan Saragih, Direktur Produksi dan Pengembangan PTPN Holding saat meninjau PG Bungamayang, Kamis (8-8-2019).
Ahmad Haslan Saragih dan Priyono bersama tim Holding didampingi Dirut PTPN VII Muhammad Hanugroho, Direktur Operasional Husairi serta dari PT Buma Cima Nusantara (BCN), anak perusahaan PTPN VII yang mengelola dua pabrik gula (PG Bungamayang dan PG Cintamanis), hadir Direktur Utama Herbertus Koes Darmawanto dan Direktur Produksi Dicky Tjahyono.
Kunjungan diawali briefing manajemen, presentasi Sucrosin Plus PT RPN dilanjutkan peninjauan ke kebun.
Tentang reputasi Sucrosin Plus, Priyono yang memperoleh gelar doktor di Prancis di bidang biomolekuler itu mengatakan formula ini sudah dibuktikan di PTPN II, PTPN XIV, dan beberapa lainnya. Melalui perjalanan panjang, pihaknya bisa meyakinkan stakeholder yang nota bene sesama anak perusahaan dalam aplikasi Sucrosin Plus ini.
“Secara maraton, kami bisa meyakinkan direksi. Kami sudah aplikasikan Sucrosin Plus ini di PTPN II, XIV, dan beberapa lagi dan hasilnya menggembirakan. Pada umur tanaman tebu lima bulan menggunakan Sucrosin, PTPN XIV di Takalar, misalnya, taksasi atau ditaksir bisa menghasilkan 180—200 ton per hektare. Padahal sebelumnya cuma 60—70 ton. Perkiraan rendemen juga akan naik signifikan,” kata peneliti senior yang delapan tahun bekerja di Nestle, Perancis ini.
Untuk PTPN VII, Priyono mengaku baru mencoba untuk 1.000 hektare dari 2.000 hektare komitmen awal. Yakni, untuk tanaman tebu baru (TC) dan tunggak semi atau ratoon. Dengan perlakuan khusus sejak pengolahan lahan hingga proses panen, pihaknya yakin teknologi Sucrosin Plus bisa menjadi jawaban atas tantangan PTPN Holding untuk menggenjot produksi hingga 200 ton per hektare dengan rendemen 10 persen.
Priyono menjelaskan, aspek yang diendors teknologi Sucrosin Plus ini meliputi tiga hal. Yakni, optimasi pertumbuhan alami; memperbaiki perubahan fisik, kimia, biologi tanah, dan pupuk menggunakan pembenah tanah alami; dan penyehatan lahan menggunakan pupuk hayati. “Temuan kami ini sudah kami patenkan,” kata dia.
Tiga aspek yang diendors dengan pendekatan sains itu, kata Priyono, telah membuktikan perkembangan dan pertumbuhan yang sangat memberi harapan. Namun demikian, ia mengakui ada perlakukan khusus, membutuhkan peningkatan keterampilan pekerja, dan ada tambahan cost produksi yang cukup signifikan.(hmm)